Ilustrasi Tim Manajemen (photo :pixabay |
KLIKDESTINASI-Aspek fundamental bisnis seperti Sumber Daya Manusia,Operasional,Strategy Pemasaran dan Keuangan adalah empat unsur pokok yang harus dipahami dalam mengelola bisnis akomodasi. Akan tetapi dalam pelaksanaanya, eksistensi bisnis akomodasi-terutama di daerah- memiliki tantangan tersendiri selain dari 4 faktor tersebut.
Tantangan tersebut lebih banyak menyangkut kepada persoalan kulitas sumber daya manusia.Berikut adalah lima problematika terkait pengelolaan sumber daya manusia bisnis hotel dan resort di daerah.
1. Ego Kedaerahan
Persolan umum karakteristik staff hotel resort di daerah kerapkali mengangkat persoalan kedaerahan ke dalam ranah operasional kerja.Memang seharusnya,jika suatu daerah di mana hotel di dirikan sudah jauh-jauh hari terjadi sebuah pemufakatan antara management dan tokoh masyarakat dalam upaya mengakomodir putra daerah sebagai sebuah prioritas.
Secara normatif
memang hal ini dapat diterima,akan tetapi dalam konteks profesionalisme kerja
tentunya hal ini tidak sepenuhnya dapat diterima. Standar kualifikasi dan
kompetensi dalam pola perekrutan harus tetap mengacu sesuai standard yang telah
ditetapkan oleh management.Terlebih hotel jika itu merupakan hotel chain yang
tentunya memiliki standarisasi kualifikasi dan kompetensi dari korporasi.
Masalah seringkali mulai timbul dalam sistem punishment and reward yang diberlakukan. Seringkali karyawan yang mendapatkan punishment menganggap hal tersebut bersifat subyektif. Isu terus dikembangkan dari dari ranah kinerja ke dalam ranah subyektif. Akhirnya seringkali permasalahan ini membawa persoalan komunitas dan ego kedaerahan.
Jika hal ini berlangsung dan tidak ada ketegasan
manajemen,tentu akan menjadi standard negatif dalam penegakan disiplin kerja
selanjutnya. Menjadi pekerjaan rumah bagi manajemen dalam menentukan pola
perekrutan kerja dari awal. Tentukan standard keahlian yang jelas dan
tegas. Hindari pola perekrutan yang tumpang tindih yang pada akhirnya menjadi
beban persoalan di masa yang akan datang.
2. Sistem Recruitment
Sebuah usaha akomodasi yang di suatu daerah tidak bisa dilepaskan oleh pengaruh lingkungan sekitar. Seperti telah dijelaskan dalam poin pertama,bahwa dalam hal sistem perekrutan karyawan sudah sejak jauh hari mengalami perhatian masyarakat sekitar yang mempunyai kepentingan.Sejak perencanaan,studi kelayakan, pembebasan lahan, perizinan hingga pre-opening.
Dalam fase ini,lingkungan sekitar yang diwakili tokoh-tokoh masyarakat memiliki posisi tawar yang cenderung lebih kuat dari perusahaan di mana hotel akan dibangun. Disinilah ‘pola rekrutment titipan” mulai terjadi dengan tidak melihat standard kualifikasi dan kompetensi calon karyawan yang diperlukan. Perusahaan dengan terpaksa mengakomodir permintaan tersebut demi sebuah eksistensi yang harus terus diperjuangkan.
Dalam tahap ini,manajemen
memerlukan sebuah teknik negosiasi yang lugas dan transparant dengan pendekatan
undang-undang dan norma hukum yang ada. Jika terjadi hal yang diinginkan
yang sifatnya merusak kehormatan dan ketidaknyamanan,bahkan intimidasi yang
berbasis ego kedaerahan, semua dapat diserahkan ke dalam proses hukum. Akan
tetapi musyawarah tetap menjadi sebuah jalan keluar yang lebih baik. Berikan
pemahaman yang baik yang sifatnya edukatif kepada masayarakat sekitar yang
memunyai kepentingan di dalamnya.
3.Tingkat Kompetensi
Poin ketiga dari permasalahan sumber daya manusia adalah rendahnya standar kompentensi sumber daya manusia. Poin satu dan dua sangat linear dengan masalah ini. Ketika dipaksakan untuk menerima’titipan’calon karyawan yang tidak sesuai dengan kriteria dan kompetensi yang dibutuhkan,di sinilah permasalahan timbul kembali.
Dalam konteks sekarang, kebutuhan kompetensi dan
sertifikasi profesi dan usaha menjadi sesuatu keharusan yang telah ditetapkan
oleh undang-undang. Oleh karena itu manajemen hotel harus dapat bertindak
profesional. Menghilangkan permasalahan yang sifatnya
subyektif untuk kepentingan bersama perusahaan.
4.Senioritas
Ini sering terjadi di dalam struktur organisasi hotel yang berdiri sudah lama (old property).Karyawan yang sudah bekerja lama dengan sistem manajemen yang konservatif merasa sudah cukup dengan sistem yang sudah ada sejak lama. Mereka cenderung bertahan bahkan menolak dengan pendekatan sistem yang baru. Pola berfikir yang ‘kolot’ dan menolak perubahan sering terlontar dari type karyawan seperti ini. Ego senioritas dan jam terbang yang sudah lama muncul pada saat diberikan sebuah perubahan .
Dalam hal ini pendekatan yang dipakai oleh manajer sumber daya manusia dapat bersifat persuasif. Namun kendali tetap ada dalam kebijakan manajemen. Pola transisi perubahan dapat mengadopsi pendeketan “Frog Boiled Syndrom” atau sindrom katak rebus.
Analogi ini dapat diterapkan kepada karyawan yang memiliki mental kolot dan cenderung menolak sebuah perubahan yang progressive. Menutup berbagai celah kebocoran sistem adalah dengan memagari celah tersebut dengan sistem kembali.
Awasi
pelaksanaannya,lakukan reward dan punishment yang
jelas dan yang lebih penting adalah komitment manajemen dalam menerapkan
berbagai kebijakan.
5. At Cost
Seringkali manajemen harus mengalokasikan budget lebih untuk
berbagai kegiatan yang cenderung relevansinya tidak ada sama sekali dengan
bisnis. Selain program CSR yang memang sudah menjadi kewajiban setiap perusahan,adanya
alokasi budget lain diluar itu menyebabkan ekonomi biaya tinggi.
Itulah beberapa kendala pengelolan sumber daya manusia pada resort hotel.
Karena umumnya sebuah resort hotel berada di sebuah destinasi wisata di daerah,
kendala-kendala ini kerapkali muncul dengan pola yang sama. Kompetensi
manajemen dalam menginventaris masalah dan mencari jalan keluar yang tetap
mengedepankan profesi menjadi hal yang diperhitungkan (*)