Ilustrasi kamar Hotel (photo:pixabay.com) |
1.Fasilitas Banyak Yang Rusak
Sejatinya program perbaikan sesuai dengan rencana anggaran
(budget)yang telah disusun pada akhir tahun untuk tahun berikutnya,agar
manajemen mengetahui skala prioritas apa yang harus dikerjakan dalam pembenahan
property dan fasilitas hotel tersebut.
Banyaknya fasilitas kamar dan publik yang tidak terawat dan rusak yang sudah berlangsung cukup lama,menunjukan sebuah indikasi lampu kuning manajemen hotel sedang tidak sehat.Ini perlu diwaspadai oleh manajemen hotel.
2. Etos Kerja Karyawan Menurun
Semangat kerja dan integritas bekerja karyawan tampak
lesu.Mereka mengerjakan pekerjaan bukan karena dorongan semangat dan
mencintai pekerjaan,tapi karena keterpaksaan.Hal ini bisa jadi disebabkan oleh
demotivasi akut yang telah berlangsung lama tanpa ada usaha pembaharuan dari
manajemen.
3. Intensitas Keluhan Tamu Tinggi
Keluhan tamu adalah hal biasa,karena tidak ada pelayanan
yang sempurna.Namun bagaimana manajemen hotel dapat mengelola tingkat keluhan
secara baik dan meminimalisir keluhan tersebut menjadi sebuah alat
perbaikan. Program CRM (Customer Relationship Management) adalah model yang harus terus dilakukan.Celakanya,jika sebuah keluhan tamu dianggap sebagai hal yang
sudah biasa dengan tanpa ada rasa menyesal.Inilah keadaan yang
harus segera diwaspadai.
4. Turn Over Karyawan Tinggi
Banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi turnover karyawan pada sebuah hotel. Pada umumnya soal remunerasi Namun hal ini tergantung dari setiap manajemen hotel,yang terpenting adalah kebijakan berbanding lurus dengan aturan-aturan pemerintah yanga ada. Hal lain adalah bahwa karyawan perlu mendapat pengakuan,penghargaan dan jenjang karir yang bisa menjadi harapan ke depan.
Merujuk kepada teori John Holland,bahwa setidaknya ada dua variable yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dalam organsisasi yaitu person job fit- (P-J Fit) yaitu keseusaian individu dengan pekerjaannya dan juga faktor person environtment-fit (P-E Fit) yaitu kesesuaian staff dengan lingkungan kerjanya.
Kondisi-kondisi tersebut jika tidak terakomodasi dengan baik akan melahirkan ketidakpuasan berujung kinerja yang menurun. Kinerja staff yang buruk akan berpengaruh terhadap staff yang lainnya sehingga menurunnya standar pelayanan kepada tamu.
Menurut Roseman (1981) Jika tingkat keluar masuk karyawan di sebuah hotel cukup tinggi tiap tahunnya, di atas 10 % artinya ada indikasi yang bermasalah dalam pengelolaan SDM di hotel tersebut.
5. Tidak Ada Event MICE Berlangsung
Tidak adanya kegiatan MICE (Meeting Incentive Conference & Exhibition) atau perhelatan yang diselenggarakan di hotel tersebut,baik skala kecil atau besar,menunjukkan jika effort promosi dan pemasaran di hotel tersebut tidak jalan. Ada tiga kemungkinan dari aspek ini,karena tidak ada anggaran (budget),ada anggaran tapi tidak commited terhadap anggaran dan yang terakhir management tidak memahami perencanaan penyusunan anggaran hotel (hotel budgeting).
6. Tidak Ada Pelatihan Karyawan
Tujuan training program pada dasaranya untuk pemberdayaan staff dalam mengubah motivasi dan meningkatkan etos kerja sehingga meningkatkan kinerja perusahaan. Kegiatn ini minimal dapat dilakukan 6 bulan sekali atau minimal 20 jam pelatihan per tahun. Jika nyaris tidak ada sama sekali dalam setahun,maka inilah indikasi jika hotel tersebut mulai tidak peduli dengan asset hotel yang namanya karyawan.
Sebagaimana diketahui bahwa variable kompetensi karyawan mencakup 3 aspek,yaitu Knowledge,Skill dan Attitude. Tiga aspek tersebut hanya terus dapat dikembangkan melalui pelbagai pelatihan-pelatihan pemberdayaan di lingkungan hotel tersebut. Bahkan pemerintah telah mengatur system pelatihan kerja ini melalui Peraturan Pemerintah No.31 tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional
7. Harga Kamar Dijual Sangat Murah
Jika sebuah hotel menjual harga kamar atau produk lainnya
lebih murah dari biasanya dan berlangsung lama dan bukan bagian dari sebuah
promo ,merupakan indikator ketidakpercayaan hotel dalam menjual produknya
sendiri. Sebab harga yang ditetapkan akan berbanding dengan kualitas
nilai yang diberikan (value for money). Di sisi lain, selayaknya Metode
Penetapan Harga kamar di sebuah hotel dibuat sesuai pendekatan yang logis dan
disesuaikan dengan karateristik hotel tersebut.
Pelayanan yang buruk akan menghasilkan kekecewaan bagi tamu.
Tamu akan merasa kecewa dan enggan kembali ke hotel itu lagi. Akibatnya,hotel
nyaris tidak punya loyal customer atau repeat customer, yang ada hanya
tamu-tamu baru itu pun karena tidak terakomodir oleh hotel tujuan utamanya.
Indikator terakhir adalah lampu kuning bagi keberlangsungan hotel tersebut. Dengan kondisi keuangan dan arus kas negatif hotel akan berat mengelola asset dan operasional lainnya. Rasio pendapatan berbanding terbalik dengan kewajiban-kewajiban beban dan pengeluaran terutama pengeluaran operasional karena pada arus kas investasi meskipun negatif bisa saja karena perusahaan tersebut sedang melakukan ekspansi.
Catatan pendapatan hotel (hotel revenue) di atas kertas tidak lantas menjadi tanda jika hotel tersebut sedang baik-baik saja. Maka dari itu kembali kepada komitment pengambil kebijakan dalam penggunaan anggaran yang telah ditetapkan berdasarkan skala prioritas.
Jika diketemukan beberapa hal dari 9 indicator ini, manajemen hotel hendaknya perlu segera membenahi sistem operasional dan managerial sebelum semuanya menjadi "mimpi buruk."(*)